Rabu, 26 Februari 2014

Sekilas Sapundu (Patung Ritual Adat Dayak)

Patung sapundu adalah sebuah patung yang dibuat dari kayu ulin, dimana patung yang diukir pada batang kayu ulin itu sendiri digunakan untuk mengikat hewan kurban pada saat upacara Tiwah.

Patung Sapundu diukir secara bebas tanpa ada peraturan yang mengikat oleh orang yang membuatnya. Mungkin oleh karena inilah Sapundu lebih terlihat menarik dan unik.

Senin, 24 Februari 2014

Sekilas Sandung (tempat penyimpanan tulang orang yang telah meninggal)




Kalimantan Tengah yang memiliki luas wilayah sekitar 153.564 Km2 terdiri dari hutan belantara, rawa, sungai, danau, cagar alam dan daerah pemukiman ternyata memiliki beraneka ragam tradisi, adat-istiadat, acara adat, kesenian, budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya. Ini apabila kita hanya bebicara mengenai Propinsi Kalimantan Tengah saja yang didirikan oleh Almarhum Cilik Riwut dulu. Alasannya karena setiap propinsi yang ada di pulau Kalimantan yaitu Kal-Teng ibukota Palangkaraya, Kal-Tim ibukota Samarinda, Kal-Bar ibukota Pontianak, dan Kal-Sel ibukota Banjarmasin memiliki bahasa, adat-istiadat, kesenian yang berbeda antara propinsi yang satu dengan propinsi yang lainnya. Namun dari semua perbedaan itu tetap satu kesatuan yang menjadi ciri khas dari pulau Kalimantan sama seperti halnya dengan semboyan Bangsa Indonesia.

Jumat, 21 Februari 2014

Sekilas Teknis Penyadapan Karet


Pada prinsipnya, penyadapan merupakan proses mengeluarkan lateks dari dalam pembuluh lateks. Penyadapan harus bisa mengeluarkan lateks sesuai dengan kapasitas potensial yang dimiliki oleh tanaman karet serta tetap bisa menjaga keberlanjutan produksi lateks. Dengan demikian, pengetahuan tentang pembuluh lateks dalam suatu tanaman karet menjadi sebuah keniscayaan untuk diketahui.

Selasa, 18 Februari 2014

Sekilas Tentang REDD+

Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, REDD+) adalah sebuah skema global yang memberikan insentif positif kepada negara berkembang yang mau dan mampu menurangi emisi gas-gas rumah kaca yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.  Pada perjalanannya, selain deforestasi dan degradasi hutan, REDD+ juga mencakup peran konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan cadangan karbon.

Senin, 17 Februari 2014

Rotan Dalam Sistem Ketahanan Usaha dan Budaya Suku Dayak


Wilayah Kalimantan Tengah sudah sejak lama dikenal sebagai wilayah yang pertama kali memulai upaya budidaya rotan secara komersial.

Upaya budaya tanam rotan di kalangan warga Dayak Kalimantan Tengah, sebenarnya muncul dan berawal dari kebutuhan masyarakat dayak akan manfaat dan kegunaan rotan sebagai salah satu bahan untuk keperluan mendukung aktivitas kesehariannya. Kegiatan budidaya rotan merupakan bentuk perwujudan dari penghargaan masyarakat dayak akan pentingnya pelestarian terhadap komoditas rotan dan juga pelestarian lingkungan sekitar lokasi di mana rotan dibudidayakan.

Jumat, 14 Februari 2014

Pusat Sarana Komunikasi Iklim di Buntoi Untuk Dunia

Pulang Pisau - Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, Selasa (3/9), meresmikan rumah Pusat Sarana Komunikasi Iklim yang terletak di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalteng.
 Rumah komunikasi iklim itu dibangun oleh organisasi dunia yang tergabung dalam United Nations Development Program (UNDP) bekerja sama dengan pemerintah pusat dan Pemprov Kalteng.

Kamis, 13 Februari 2014

Pusat Sarana Kominukasi Iklim


 
Guna menjembatani komunikasi antara pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), dibangun Pusat Sarana Komunikasi Iklim (PSKI) di Desa Buntoi, Kahayan Hilir. Pembangunan fasilitas itu  diprakarsai enam lembaga internasional diantaranya Norwegian Embassy, Unorcid, Unops, Unesco, UNDP dan United Nations Information Centre Jakarta.

Selasa, 11 Februari 2014

Sejarah Karet di Indonesia


Sejarah Karet di Indonesia

Sebagai negara agraris, Indonesia sudah lama dikenal sebagai kawasan yang subur bahkan jauh sebelum negeri ini mendapatkan kemerdekaannya. Beragam tumbuhan dan tanaman dapat tumbuh dengan baik di hampir setiap jengkal tanah bumi yang dilalui oleh garis katulistiwa ini. Tidak mengherankan jika melihat jutaan hektar beragam tanaman terhampar luas di Nusantara ini, baik yang ditanam dan diusahakan oleh masyarakat secara mandiri maupun oleh perusahaan-perusahaan. Keadaan tanahnya yang sangat baik untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk mengusahakan beragam tanaman, baik yang berorientasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari maupun yang ditujukan untuk kebutuhan ekspor. Mulai dari padi, palawija, kopi, cengkeh, dan kayu manis, hingga karet dan kelapa sawit dapat tumbuh subur dan berhasil sangat memuaskan di bumi Indonesia.

Senin, 10 Februari 2014

Kelurahan Kalawa

Sejarah Kelurahan Kalawa
Kelurahan Kalawa merupakan sebuah kampong dimana penduduknya mayoritas merupakan Suku Dayak Ngaju. Sisanya adalah suku Banjar dan Jawa. Asal penduduk kampong Kalawa  adalah berasal dari Pulang Pisau yang dulunya merupakan sebuah Desa. Berdasarkan cerita dari orang-orang tua, Kampong Kalawa dulunya bernama Lewu Dandang Taheta Rundung Ulek Lawang Patahu. Kampong ini bersebarang langsung dengan Desa Pulang Pisau atau  Lewu Tumbang Hantasan Raja Rundung Ulek Labuhan Banama. Desa Pulang Pisau dan Kalawa ini tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan keluarga yang saling berhubungan sampai sekarang.

Jumat, 07 Februari 2014

Desa Gohong

Sejarah Desa Gohong

Desa Gohong secara administrative berada pada Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau yang berjarak ±82 km dari Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah Palangkaraya dan berada pada jalan poros Tran Kalimantan atau berjarak ±12 Km dari Kota Pulang Pisau. Desa Gohong menurut cerita penduduk setempat merupakan sebuah desa yang tua dengan nama dahulunya bernama Tanjung Lewu Minanga (zaman tatum cerita Bandar).

Kamis, 06 Februari 2014

Desa Buntoi


        Desa Buntoi merupakan desa yang nama desanya telah berubah sebanyak tiga kali. Nama pertama yaitu Lewu Luwuk Dalam Betawig dan kemudian berubah nama menjadi Lewu Petak Bahandang pada tahun 1957 dan kemudian berubah lagi menjadi Desa Buntoi. Buntoi merupakan sebuah nama sungai yang berada di Tepian Sungai Kahayan yang secara Administrasi termasuk wilayah Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. dimana dulunya merupakan penghasil ubi kayu (Jawaw) yang di  bawa ke banjar masin. Lama kelamaan orang menyebutnya Jawaw Buntoi. Lalu sebutan tersebut berganti menjadi sebutan Buntoi.

Selasa, 04 Februari 2014

RUMAH BETANG

  • Sejarah
Rumah betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan dan dihuni oleh masyarakat Dayak terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak.

Ciri-ciri Rumah Betang yaitu yaitu bentuk panggung dan memanjang.Panjangnya bisa mencapai30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter.Biasanya Betang dihuni oleh 100-150 jiwa, Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu.Bagian dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang bisa dihuni oleh setiap keluarga.

Sejarah Rotan Indonesia


Menilik Sejarah Rotan Indonesia
Rotan di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, keberadaannya sendiri sudah berabad-abad lamanya. Jaman dahulu rotan dianggap sebagai barang mewah bermakna politis-ekonomis sehingga sering dibawa sebagai seserahan bagi raja di negeri seberang. Misalnya pemberian “sepikul rotan” di masa Sriwijaya kepada salah satu kerajaan di India, “baju perang rotan” yang menandai hubungan baik Majapahit-China, “rotan putih” yang menjadi pengikat kerajaaan-kerajaan di Semenanjung Sumatera (Pasai) di awal munculnya kerajaan Islam-India. Pada masa penjajahan, rotan telah menjadi komoditas dagang yang bernilai ekonomis tinggi. Buktinya, orang Belanda yang masuk ke wilayah Kerajaan Kutai mulai membeli rotan dengan cara barter terutama dengan bahan pokok, kain dan lain-lainnya.

Senin, 03 Februari 2014

Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD)


Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) adalah lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (PERDES) yang bertugas untuk mengelola Hutan Desa yang secara fungsional berada dalam organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa. 

LPHD dapat menjadi pelaku utama dalam mengelola dan mengambil manfaat dari hutan negara. Mengelola mempunyai lingkup yang lebih luas, bukan sekedar memanfaatkan sumber daya hutan yang ada tetapi lebih bertanggung jawab atas kelestarian fungsinya sebagai penyangga kehidupan.

Deskripsi Hutan Desa

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Hutan Desa
Masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan mendapat akses legal untuk mengelola hutan negara dimana mereka hidup dan bersosialisasi. Hutan negara yang dapat dikelola oleh masyarakat pedesaan disebut Hutan Desa. Pemberian akses ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut- II/2008, tentang Hutan Desa, yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Adapun kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.  Penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan bupati/walikota (PusatInformasi Kehutanan, 2008).